Sabtu, 17 Maret 2012

GURU YANG MEMOTIFASI


GURU YANG MEMOTIFASI
 
Pembelajaran efektif, bukan membuat Anda pusing, akan tetapi bagaimana tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan mudah dan menyenangkan. Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun pengertian motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian ini mengandung tiga elemen atau ciri pokok dalam motivasi, yakni motivasi itu diawali terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya "feeling", dan dirangsang karena adanya tujuan.
Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Motivasi ada dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ektrinsik. Motivasi Intrinsik ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan orang lain. Sedangkan Motivasi Ekstrinsik ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa termotivasi untuk belajar dan melakukan suatu aktivitas.
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.
Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan aktivitas belajar.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1.     Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan proses belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa.
2.     Hadiah, berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
3.     Kompetisi, guru berusaha mengadakan kompetisi di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4.     Pujian, sudah sepantasnya siswa yang berprestasi diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
5.     Hukuman, hukuman diberikan kepada siswa yang melakukan kesalahan. Hukuman ini dilakukan dengan cara-cara yang wajar sehingga tidak menimbulkan trauma bagi siswa, baik mental maupun fisik, dan diharapkan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
6.     Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk semangat dalam belajar.
7.    Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
8.    Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
9.    Menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi.
10.  Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
Meskipun demikian, perlu disadari bahwa peran guru dalam memotivasi siswanya dari luar juga setidaknya harus bisa menjamin bahwa siswa juga akan  dapat menumbuhkan motivasi dari dalam dirinya. Efek dari motivasi luar hanya bersifat sementara saja “Short-term learning”, sehingga kurang mendukung “long-term learning”-nya yaitu suatu kondisi pembelajaran yang prosesnya dimulai dari dirinya sendiri, sehingga akan sangat kuat tertanam dalam ingatannya dan dalam waktu yang cukup lama. Inilah yang menjadi pertanyaan saya, dan mungkin juga menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai pendidik untuk bagaimana mendorong dan melatihkan siswa untuk memiliki “long-term learning”, selain juga mereka menikmati proses pembelajaran itu sendiri.

Oleh: Rini Widyastuti, S.Sos.I,
Staf Pengajar SDIT Salsabila 2 Klaseman, Ngaglik, Sleman.

URGENSI PENDIDIKAN BERKARAKTER


URGENSI PENDIDIKAN BERKARAKTER

Belakangan ini, negara ini dihadapkan kepada masalah yang kompleks tentang perilaku dan pola pikir generasi penerus yang semakin hari semakin menghawatirkan di tengah kemajuan dan melajunya proses pembangunan secara global. Berbagai peristiwa yang terjadi dalam segala aspek kehidupan, suatu sisi memberikan harapan yang menggembirakan, namun disisi lain ada hal yang sangat menghawatirkan tentang kelangsungan kehidupan dimasa yang akan datang. Sebagaimana yang selalu kita saksikan melalui media cetak maupun elektronik tentang kemerosotan moral, buruknya akhlak, dan hilangnya sosok yang bisa dijadikan teladan. Para generasi bangsa ini seperti sudah sulit dalam menentukan arah dan menemukan acuan tentang segala tindakan yang dilakukan. Tidak banyak lagi yang berkeinginan menggunakan akal fikiran yang jernih dalam menyelesaikan masalah yang muncul. Setiap masalah selalu direspon dengan kekerasan sebagai jalan keluarnya. Aksi-aksi anarkisme, radikalisme menjadi suguhan rutin dalam kehidupan sehari-hari. Kasus terbaru yang menjadi keprihatinan kita bersama yaitu, kekrasan terhadap wartawan yang dilakukan oleh pelajar dan aksi-aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh generasi-generasi mudah penerus bangsa.
Dalam kasus yang lain, para pemangku kebijakan masih tetap bersikukuh untuk bertegang urat leher dalam mempertahankan kebijakan pendidikan yang secara umum masih dikelilingi tanda tanya besar akan manfaat dan efektivitasnya. Sementara itu tujuan pendidikan nasional secara umum adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya dengan berbasis pada karakter bangsa, yakni, generasi yang berakhlak, santun, terampil, bertanggungjawab, berilmu pengetahuan, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan mengacu kepada sebagian kecil dari tujuan ini seyogyanya visi dan misi yang sudah dijelma mampu menjawab berbagai permasalahan yang muncul dalam beberapa waktu terakhir ini. Bangsa ini idealnya dikelola oleh genarasi yang memiliki intensioanal yang jelas, kredibilitas yang baik, akuntabel serta memiliki pemahaman tentang pembentukan dan pembinaan generasi yang dapat diandalkan melalui dunia pendidikan.
Lembaga pendidikan, mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, menegah, maupun perguruan tinggi, memiliki tugas mempersiapkan terbentuknya individu-individu yang cerdas dan berakhlak mulia. Kriteria cerdas dan berakhlak mulia ini yang memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial yang ideal, yang diwarnai semangat mengembangkan potensi diri dan memanfaatkannya untuk mencapai kebahagian dan kesejahteraan bersama serta menumbuhkan generasi-generasi yang memiliki eksistensi diri yang kuat sekaligus yang lebih penting adalah sikap co-eksistensi yaitu hidup bersama dalam keragaman. Dengan demikian perjalanan sejarah bangsa ini “dikemudikan” oleh generasi yang memiliki moral dengan melakukan tindakan yang bermoral.
Namun predikat negara paling korup di Asia untuk negara tercinta ini merupakan jawaban yang nyata tentang kualitas akhlak (moral) masyarakat Indonesia secara umum. Selain itu banyak konflik yang terjadi mulai dari skala kecil sampai yang sangat luas juga merupakan fenomena lain di tanah air ini tentang kurangnya individu yang bermoral yang mengaplikasikan tindakan bermoral tersebut. Mulai dari kasus mafia hukum, mafia politik, mafia pajak, mafia anggaran dan masi banyak lagi mafia-mafia di negara ini yang lain yang belum terungkap, menjadikan semakin merosotnya persolan moral bangsa ini.
Sistem pendidikan yang sesuai untuk menghasilkan kualitas masyarakat yang cerdas dan berakhlak mulia (berkarakter baik) adalah yang bersifat humanis-filosofis. Sistem ini menempatkan peserta didik (generasi penerus) sebagai pribadi dan sekaligus anggota masyarakat yang perlu dibantu dan didorong untuk memiliki kebiasaan efektif-konstruktif, nilai-nilai kehidupan yang positif dan inovatif, perpaduan antara pengetahuan, keterampilan dan keinginan. Integratif-interkonektif dalam sistem pendidikan nasional sudah seharusnya dilakukan. Perpaduan yang harmonis antara unsur-unsur tersebut menyebabkan seseorang atau sekelompok orang meninggalkan ketergantungan (dependence) menuju kemandirian (independence), dan saling ketergantungan (interdependence). Hal ini sangat diperlukan dalam mengikuti perubahan zaman yang sangat cepat yang diliputi berbagai masalah yang kompleks. Karena kehidupan yang semakin modern dan kompleks hanya dapat diatasi secara kolaboratif.
Pengembangan kebiasaan efektif dilakukan melalui pendidikan dengan membekali peserta didik dalam mengubah persepsi. Kemampuan dalam mengubah persepsi negatif tentang potensi diri yang dimilikinya baik potensi fisik, mental, dan sosial-emosional, maupun spiritual. Sebagaimana Covey (1990) mengungkapkan bahwa etika akhlak (character ethic) merupakan landasan keberhasilan yang berupa integritas, kerendahan hati, kesetiaan, keberanian, keadilan, kesopanan, kesabaran, dan kejujuran yang pada prinsipnya adalah upaya memadukan kemampuan dalam mengubah persepsi negatif menjadi persepsi positif dengan nilai-nilai yang diperlukan.
Kebiasaan merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, dan keinginan. Pengetahuan merupakan paradigma teoritis, apa yang dilakukan dan mengapa dilakukan. Sementara keterampilan adalah cara melakukan, dan keinginan merupakan motivasi, dorongan untuk mengerjakan. Supaya memiliki suatu kebiasaan, ketiga hal tersebut harus dikuasai. Sistem pendidikan yang humanis-filosofis memberikan wadah terhadap pemahaman manusia secara menyeluruh (holistic) antara origin, change, dan development tentang penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan motivasi. Karena sistem ini berorientasi pada proses pembelajaran yang menyatakan penggunaan pendidikan nilai komprehensif yang meliputi inklusi nilai (inculcation), pemodelan (modeling), fasilitasi (facilitation), dan pengembangan keterampilan (skill building).
Secara rinci penggunaan pendidikan nilai komprehensif tersebut tertuang dalam tujuh kebiasaan efektif sebagai berikut: (a). Proaktif; proaktif berarti mengembangkan sikap selalu berinisiatif yang merupakan cerminan adanya tanggung jawab terhadap kehidupan sendiri serta kehidupan bersama. Mengembangkan sikap aktif dalam merespon kejadian yang muncul disekitar lingkungan kita. (b). berorientasi pada tujuan; orang yang memiliki kebiasaan ini mulai dengan pemahaman yang jelas tentang tujuan hidupnya. Karena hidup ini akan lebih bermakna apabila kita benar-benar mengetahui apa yang penting bagi kita dan selalu menyadari hal itu, kemudian mengelola diri sendiri untuk mengerjakan hal yang benar-benar penting. Karena hidup tanpa tujuan adalah hidup yang tak layak untuk dijalani. (c). Prinsip manajemen pribadi; manajemen diri menghasilkan kepuasan, yakni kesesuaian antara realisasi dengan harapan yang dikelola dengan kompetensi pribadi. Menjadi pribadi yang unggul dengan menempatkan diri pada posisi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. (d). tumbuhkan komunikasi empatik; komunikasi merupakan keterampilan yang penting dalam kehidupan. Namun akan lebih sempurna bila kebiasaan memahami orang lain terlebih dahulu baru minta dipahami oleh orang lain, sikap empatik terealisasi dalam keterampilan komunikasi yang dimiliki. (e). Bersinergi; sinergi adalah esensi kepemimpinan yang berpusat kepada prinsip (principle centred leadership). Hakikat senergi adalah menghargai perbedaan, mengormati perbedaan tersebut, memanfaatkan kelebihan, dan mengompensasi kekurangan. Dengan demikian terbentuklah suatu prinsip kerja sama yang kreatif atau dengan bahasa lain disebut koeksisten. (f). Prinsip inovasi diri secara seimbang; kehidupan seimbang yang sehat adalah yang didasarkan pada nilai persepktif (spiritual), intelektual (akademik), otonomi (mental), kebersamaan (sosial), dan suasana (fisik).
Saat ini, pendidikan di sekolah telah dapat dinikmati oleh berbagai kalangan dan golongan. Berbagai sekolah didirikan untuk menjadi tempat atau sarana pendidikan bagi anak. Berbagai kurikulum juga dikembangkan untuk sekolah agar dapat membantu anak memiliki cara belajar yang baik dan bermutu. Bagi sebagian besar masyarakat, mereka bisa mendapatkan pendidikan umum di sekolah dengan mudah. Tapi bagi sebagian masyarakat yang lain pendidikan yang baik dan bermutu terasa amat mahal dan langka. Investasi pendidikan yang mahal belum tentu akan lebih terjamin dapat menjawab tantangan kompleksitas perubahan. Oleh karena itu, dengan mengembalikan pendidikan pada porsi memberikan bantuan kepada manusia sebagai manusia. Dengan maksimalisasi pemahaman terhadap nilai-nilai lokal (local values). Secara filosofis, dengan demikian humanisasi pendidikan perlu segera dijadikan misi setiap jenjang pendidikan di Indonesia, supaya nilai-nilai dasar untuk mencapai keberhasilan benar-benar dapat dijadikan landasan dalam pembentukan karakter bangsa (akhlak bangsa)

Oleh: Rini Widyastuti, S.Sos.I
Staf pengajar di SDIT Salsabila 2 Yogyakarta.

PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ANAK

PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ANAK

“Banyak orang tua yang sibuk mencari uang dengan alasan ingin memberikan bekal materi yang cukup pada anak, sehingga banyak orang tua yang terjebak pada pemahaman instan, bahwa bekal harta yang lebih dari sekedar memadai akan menjamin masa depan anak yang lebih baik”

Keinginan untuk memberikan yang terbaik bagi anak inilah yang sering diaplikasikan secara keliru oleh banyak orang. Salah satu yang sering terabaikan adalah masalah pendidikan. Pendidikan pada anak boleh dibilang merupakan suatu hal penting yang tidak bisa diabaikan oleh orang tua.
Sebagai orang tua, sudah menjadi kewajiban kita memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak. Banyak cara yang bisa dilakukan, antara lain dengan memilihkan sekolah atau lembaga pendidikan yang terbaik sesuai dengan kondisi anak. Tentu saja dengan memberikan porsi yang seimbang antara kemampuan intelektual (sciences knowledge) dan pemahaman ilmu agama (religious knowledge). Orang tua bisa mengarahkan anaknya dalam memilih sekolah yang memiliki konsep-konsep baru yang dapat mencerahkan dan mengantarkan anak didiknya untuk berfikir jernih, santun, etis serta penuh pertimbangan yang rasional-logis.
Jika orang tua sudah memilihkan lembaga pendidikan terbaik bagi anak, bukan lantas berarti orang tua bisa lepas tangan. Anak sampai kapan pun memerlukan sentuhan hati yang tulus, arahan dan bimbingan dari orang tua karena pendidikan terbaik tetap saja terletak pada keluarga atau kita sebagai orang tuanya. Ibarat pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohannya, apa yang orang tua kerjakan atau ajarkan baik langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh kepada anaknya.
Sebagai orang tua ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memantau pendidikan anak, antara lain: Pertama, menanamkan pandangan hidup beragama, peran orang tua dalam mendidik anak bisa dilakukan dengan memberikan penanaman beragama pada masa kanak-kanak, karena masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik untuk mengenalkan dasar-dasar hidup beragama. Penanaman hidup beragama ini bisa dilakukan dengan cara memberikan contoh konkrit yaitu mengajak anak untuk ikut serta pergi ke tempat ibadah atau masjid bersama orang tua menjalankan ibadah. Sehingga akan menjadi lebih efektif ketika anak tidak hanya diperintah dengan kata-kata saja tetapi juga diberikan teladan atau contoh nyata dari orang tuanya. Kedua, beri dukungan pada anak, tanpa disadari, anak membutuhkan dukungan orang tua dalam segala hal. Upayakan untuk selalu memberikan perhatian dan dukungan pada anak. Tanamkan pula pada anak tentang nilai-nilai kesopanan, kepatuhan dan kejujuran kepada orang tua dan kepada semua orang. Selain itu tanamkan pula nilai dan tujuan pendidikan, serta terus memperhatikan perkembangan anak di sekolah maupun di masyarakat.
Ketiga, sediakan waktu yang cukup bagi anak. Seorang anak bukan hanya membutuhkan kualitas pertemuan yang baik dengan orang tua, namun juga dari segi kuantitas. Sedianya orang tua harus bisa menjadi tempat bagi anak untuk mencurahkan isi hati, mendengarkan segala keluhannya, sehingga bisa memberikan solusi atas segala permasalahan anak. Kesibukan aktivitas kerja bukan menjadi alasan untuk orang tua jauh dari anak, ketika anak membutuhkan kehadiran orang tua disisinya maka pada saat itulah orang tua bisa menampilkan figur yang sesungguhnya, yang sejatinya untuk dicontoh oleh anaknya.  Keempat, belajar bersama anak, hal ini perlu dilakukan untuk menunjukkan minat kita terhadap pendidikan anak. Tidak sedikit orang tua yang menganggap sepele belajar bersama anaknya, baik dengan alasan sibuk dengan pekerjaan atau lelah pulang dari bekerja. Jangan lupa untuk mengendalikan waktu menonton TV, bermain game, bermain Internet, dan kegiatan lainnya. Hal lain yang juga perlu kita perhatikan adalah mengajarkan tanggung jawab pada anak. Caranya bisa dimulai dari hal-hal yang kecil dan dengan cara yang menyenangkan.
 Kelima, Menjadi teman terbaik bagi anak Anda juga penting dilakoni. Bila perlu luangkan waktu untuk mereka berbagi dalam banyak hal. Disamping anda menjadi teman yang baik, jangan abaikan masalah kedisiplinan pada anak. Dengan kombinasi disiplin, tanggung jawab, santun, jujur dan kehadiran kita sebagai orang tua sekaligus teman dekat bagi anak, niscaya mereka bisa terhindar dari prilaku-prilaku yang menyimpang.
Terakhir, lakukan pemantauan kepada anak dengan cara menjalin komunikasi dengan guru di sekolah, Sebaiknya orang tua mengenal dan menjalin hubungan yang baik dengan guru. Orang tua menunjukkan sikap bahwa pendidikan itu penting untuk anak dan kehidupannya. Jangan segan menghadiri pertemuan disekolah, hadiri setiap undangan ke sekolah karena dengan pertemuan tersebut, Anda memiliki kesempatan untuk mengetahui prestasi akademik serta perkembangannya di sekolah. Jalinlah hubungan atau komunikasi yang baik dengan pihak sekolah terutama guru kelasnya. Jangan menunggu setelah terjadi masalah pada anak baru menghubungi guru. Inilah pentingya peran orang tua bagi pendidikan anak. Informasikan juga mengenai kondisi anak jika berada di rumah kepada gurunya. Semoga berhasil dalam mendidik anak-anak kita.

Oleh: Rini Widyastuti, S.Sos.I
Staf pengajar SDIT Salsabila 2 Yogyakarta

Pentingnya Hafal Bacaan & Gerakan Sholat diwaktu kecil (Bagian 2)


Pentingnya Hafal Bacaan & Gerakan Sholat diwaktu kecil
(Bagian 2)

“Ayah....Faiz pamit dulu ya...mau sholat magrib ke masjid bersama teman-teman”. Alangkah bahagianya orang tua mempunyai anak yang taat dan rajin beribadah tanpa disuruh atau bahkan dipaksa. Menjadi orang tua adalah sebuah “KEHORMATAN”, karena diberi kepercayaan oleh Allah SWT mengasuh seorang anak untuk dibesarkan, mendidik dan membekali ilmu pengetahuan anak usia 7-10 tahun
Mengingat kembali Hadist Riwayat Ahmad dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya berkata Rosulullah SAW. Bersabda :
“ Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun. Pukullah mereka (kalau meninggalkan sholat dengan sengaja) ketika berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka...”  (H.R Ahmad)
Pada priode ini dapat dimulai dengan penjelsan sederhana, seperti tentang nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita, disertai pula dengan beberapa contoh. Terangkan juga tentang cinta dan kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Hal ini akan menumbukan kerinduan anak akan ridho Allah dalam dirinya.
Pada waktu yang sama, harus ada keteladanan sholeh yang dilihat sendiri oleh anak. Hanya dengan melihat kedua oran tuanya menunaikan sholat setiap hari tanpa rasa bosan dan malas, akan memberikan pengaruh positif dalam pandangan anak mengenai ketaatan sholat.
Anak ikut menjadi senang karena orang-orang disekitarnya senang menunaikan sholat. Dia juga akan berkomitmen menunaikan sholat sebagaimana dia melakukan kebiasaan sehari-hari seperti halnya yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Tetapi sekali saja anak melihat orang tuanya tidak mengerjakan sholat bukan karena alasan syar’i, maka saat itu juga berkurang komitmen anak untuk tetap menjaga sholatnya.
Agar sholat tidak berubah menjadi tradisi (hanya rutininas) dan tetap pada posisinya sebagai ibadah, anak harus dibekali dengan ilmu aqidah. Materi yang tepat untuk tujuan ini adalah kisah isro’ mi’roj dan kewajiban sholat. Atau kisah para sahabat dan sikap mereka teradap sholat. Dan biasanya anak-anak akan merasa senang dan mendengarkan dengan baik kalau materinya dikemas dalam bentuk cerita.
Anak sesekali membutuhkan pengakuan dan perhatian dari orang tua atau orang dewasa disekitarnya. Terkadang mereka enggan menuanikan sholat dengan alasan acara TV bagus, mainnya belum selesai, menunda dengan mengatakan “nanti sebentar lagi” dan sebagainya. Sebagai bukti bahwa kita perhatian pada mereka, kita buat mereka menyukai sholat dengan memberikan hal-hal yang kelihatannya kecil, namun memiliki pengaruh yang besar, seperti untuk anak perempuan memberikan jilbab baru dengan warna yang disukainya, memberikan tenunan kerudung yang disulam yang menyerupai kerudung milik ibunya di rumah dan untuk anak laki-laki memberikan peci kecil yang bagus sesuai warna kesukaannya, memberikan sajadah kecil khusus untuknya, dan sebagainya.
Apabila kita melihat anak sedang malas, biarkan dia menunaikan sholat sesuai dengan kemampuannya. Yang terpenting dia mau mengerjakan sholat. Akan lebih baik jika pelaksanaannya selalu berjamaah dengan orang tua disaat bersama di rumah. Setelah sholat diajarkan kepadanya tentang jumlah rekaat sholat, cara rukuk, cara sujud, pandangan mata, cara duduk, dll.
Seringkali anak malas ketika diajak wudhu’. Anak lebih sering mengatakan “aku gak usah wudhu ya yah... langsung sholat aja”. Untuk memberikan motivasi anak yang sedang malas berwudhu, salah satu caranya bisa kita buat semacam antrian khusus dalam berwudhu yang dimulai dari anak yang malas tadi. Diminta dia menjadi pemimpin antrian tersebut yang terdiri dari seluruh anggota keluarga yang ada dirumah, atau bisa juga untuk mengajaknya ke tempat wudhu, anak diajak bermain robot dengan memegang kedua tanganya, kedua kakinya diletakkan diatas kaki kita dan diajak berjalan seperti robot sampai ditempat wudhu, kemudian disampaikan pada anak “robot kecil ambil isi bensin dulu dengan wudhu”.dll
Perlu diperhatikan melatih anak sholat harus bertahap dimulai dari menaikan solat magrib setiap hari, kemudian sholat magrib dan isya’ setiap hari, demikian seterusnya. Dapat diterangkan padanya bahwa berjalan untuk menunaikan sholat sama halnya berjalan menuju syurga. Bisa juga kita menarik perhatiannya dengan kebaikan yang terdapat didalamnya seperti mengatakan kepadanya,
“Ayah yakin, Allah ridho denganmu dan sangat menyayangimu sebab usaha keras yang kamu lakukan dalam menunaikan sholat”.
Cara lain untuk memotivasi anak laki-laki agar tebiasa sholat adalah dengan mengajaknya pergi kemasjid. Ini akan membuat anak senang, karena bisa menemani orang tua dan sering diajak keluar rumah. Dengan seperti ini anak merasa dihargai karena selalu diperhatikan dengan mengajaknya keluar rumah. Semoga kita semua yang diamanahi sebagai orang tua berhasil dalam mendidik anak terutama dalam hal sholat. amin

Ditulis oleh: M. Zaelani, S.S
(Kepala Sekolah SDIT Salsabila 2 Klaseman)

Kartini Day